Tren ekonomi yang serba tidak pasti saat ini berdampak pada pelaku pasar
yang sulit diprediksi. Karena itu dibutuhkan riset tentang bagaimana
mengendalikan perilaku yang berkembang.
Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah mengatakan, gejolak ekonomi nasional saat ini membutuhkan metode dan analisis yang berbeda untuk mempelajari perilaku pasar. Kondisi dunia saat ini jauh berbeda dengan beberapa waktu lalu karena adanya kemajuan dalam perdagangan internasional, teknologi digital, dan kecerdasan buatan.
Hal itu tidak hanya membuat ketergantungan antarnegara semakin besar, namun juga mewujudkan keterkaitan antarpasar semakin kompleks. Karena itu dibutuhkan analisis dan survei mengenai perilaku pelaku pasar yang lebih dalam. "Pakar ekonomi perlu melakukan studi lebih dalam mengenai perilaku manusia, faktor apa yang paling berperan ketika dia ingin memutuskan sesuatu dalam konsumsi, investasi, dan sebagainya," kata Halim di Jakarta.
Saat ini menurutnya kejadian di suatu negara bisa menimbulkan kerentanan di negara lainnya. Hal ini ditambah perilaku pelaku pasar semakin sulit diprediksi. Implikasinya bagi pembuat kebijakan dan pelaku ekonomi. “Dampaknya ini pada pembuat keputusan dapat mengganggu kebijakan,” ujarnya.
Studi yang lebih mendalam mengenai perilaku manusia dalam ekonomi dewasa ini, lanjut Halim, akan mendukung proses pengambilan keputusan para pembuat kebijakan. Jangan terpaku hanya mengatakan fundamental kuat, tetapi harus tahu juga perilaku apa yang akan membuat fundamental itu benar-benar menjadi baik. “Ketidakstabilan itu bisa muncul dari mana saja sekarang ini, tanpa kita duga-duga," ujar dia.
Sebagai contoh, belum lama ini dia mendiskusikan tingkat pendapatan masyarakat di Indonesia. Apakah tingkat pendapatan masyarakat melemah, sehingga laju konsumsi masyarakat ikut melemah. Hal tersebut terlihat dari toko dan mal, termasuk pasar grosir, yang tutup. Atau adakah pengaruh dari penjualan online yang mengakibatkan hal-hal tersebut terjadi. "Saya kira kita harus mendalami lebih teliti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Banyak teori dan banyak pendapat yang telah diajukan," ujar Halim.
Jika mengukur perilaku pelaku ekonomi dengan menggunakan output atau penjualan kita bisa melihat masalah yang sama. Namun untuk langsung mengukur perilaku masyarakat akan menggunakan survei dan wawancara. "Hasil survei sekarang ini sering tidak tepat menceritakan persepsi dan keyakinan para responden kita. Bahkan hasil survei untuk pemilihan gubernur atau pun presiden ternyata bisa meleset jauh. Fenomena ini terjadi bahkan di AS," jelasnya.
Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah mengatakan, gejolak ekonomi nasional saat ini membutuhkan metode dan analisis yang berbeda untuk mempelajari perilaku pasar. Kondisi dunia saat ini jauh berbeda dengan beberapa waktu lalu karena adanya kemajuan dalam perdagangan internasional, teknologi digital, dan kecerdasan buatan.
Hal itu tidak hanya membuat ketergantungan antarnegara semakin besar, namun juga mewujudkan keterkaitan antarpasar semakin kompleks. Karena itu dibutuhkan analisis dan survei mengenai perilaku pelaku pasar yang lebih dalam. "Pakar ekonomi perlu melakukan studi lebih dalam mengenai perilaku manusia, faktor apa yang paling berperan ketika dia ingin memutuskan sesuatu dalam konsumsi, investasi, dan sebagainya," kata Halim di Jakarta.
Saat ini menurutnya kejadian di suatu negara bisa menimbulkan kerentanan di negara lainnya. Hal ini ditambah perilaku pelaku pasar semakin sulit diprediksi. Implikasinya bagi pembuat kebijakan dan pelaku ekonomi. “Dampaknya ini pada pembuat keputusan dapat mengganggu kebijakan,” ujarnya.
Studi yang lebih mendalam mengenai perilaku manusia dalam ekonomi dewasa ini, lanjut Halim, akan mendukung proses pengambilan keputusan para pembuat kebijakan. Jangan terpaku hanya mengatakan fundamental kuat, tetapi harus tahu juga perilaku apa yang akan membuat fundamental itu benar-benar menjadi baik. “Ketidakstabilan itu bisa muncul dari mana saja sekarang ini, tanpa kita duga-duga," ujar dia.
Sebagai contoh, belum lama ini dia mendiskusikan tingkat pendapatan masyarakat di Indonesia. Apakah tingkat pendapatan masyarakat melemah, sehingga laju konsumsi masyarakat ikut melemah. Hal tersebut terlihat dari toko dan mal, termasuk pasar grosir, yang tutup. Atau adakah pengaruh dari penjualan online yang mengakibatkan hal-hal tersebut terjadi. "Saya kira kita harus mendalami lebih teliti apa yang sebenarnya sedang terjadi. Banyak teori dan banyak pendapat yang telah diajukan," ujar Halim.
Jika mengukur perilaku pelaku ekonomi dengan menggunakan output atau penjualan kita bisa melihat masalah yang sama. Namun untuk langsung mengukur perilaku masyarakat akan menggunakan survei dan wawancara. "Hasil survei sekarang ini sering tidak tepat menceritakan persepsi dan keyakinan para responden kita. Bahkan hasil survei untuk pemilihan gubernur atau pun presiden ternyata bisa meleset jauh. Fenomena ini terjadi bahkan di AS," jelasnya.
Comments
Post a Comment